CirebonTrend.id – INDRAMAYU – Jurnalis Rakyat Indramayu, berkolaborasi dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Tempo Witness, menggelar acara open mic dan diskusi publik dengan tema “PLTU Indramayu: Ruang Aman atau Ancaman untuk Perempuan?” di Aula Pesantren Miftahul Huda, Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat, Indramayu, pada Sabtu, 14 Oktober 2014.
Acara yang menarik perhatian berbagai kalangan ini mengangkat isu dampak sosial dan lingkungan dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang melibatkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indramayu, khususnya pada perempuan dan masyarakat rentan.
Acara dimulai dengan sesi open mic yang diisi oleh Mistara (42), perwakilan dari Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (JATAYU). Ia berbagi pengalaman tentang penurunan hasil tangkapan udang rebon sejak PLTU berdiri di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra.
“Sebelum ada PLTU1, hasil tangkapan udang bisa mencapai 70 kilogram hingga 1,5 kuintal per bulan. Namun, setelah PLTU1 beroperasi, hasil tangkapan merosot drastis, bahkan hanya mencapai 20 kilogram per bulan. Musim udang yang dulu berlangsung 12 bulan kini hanya tersisa 1 hingga 3 bulan saja,” ungkap Mistara.
Diskusi ini juga menghadirkan Zahra Amin, aktivis perempuan dari Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), dan Ahmad Sayid Mukhlisin, pemerhati lingkungan di Indramayu. Zahra menekankan pentingnya partisipasi perempuan dalam merancang kebijakan lingkungan.
“Perempuan adalah yang paling rentan terdampak proyek-proyek pembangunan. Oleh karena itu, mereka perlu dilibatkan dalam setiap proses perumusan kebijakan terkait lingkungan,” tutur Zahra.
Ahmad Sayid menambahkan bahwa dampak PLTU tidak hanya memengaruhi perempuan, namun juga seluruh lapisan masyarakat Indramayu.
“Seluruh masyarakat terdampak proyek PLTU ini, yang disebut sebagai Proyek Strategis Nasional, namun kenyataannya banyak aspek kehidupan yang terganggu,” tegasnya.
Sekitar 40 peserta dari berbagai komunitas dan jaringan hadir dalam acara ini. Selain diskusi publik, kegiatan ini juga melibatkan sesi diskusi kelompok untuk membahas rencana tindak lanjut, sebagai upaya menyusun langkah konkret pasca acara.
Pengasuh pesantren Miftahul Huda, Ibu Nyai Novi Assirotun Nabawiyah, turut mengapresiasi penyelenggaraan acara ini.
“Kami berterima kasih atas kegiatan yang diadakan di pesantren kami. Ini membuka mata kami akan isu PLTU dan dampaknya terhadap lingkungan sekitar, seperti peningkatan suhu saat musim kemarau dan kesulitan mendapatkan air bersih. Kami berharap ada kesinambungan dari kegiatan ini, bahkan aksi nyata yang mendukung kesadaran lingkungan,” ungkap Ibu Nyai Novi.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Sarifah Mudaim menyampaikan acara ini sekaligus sebagai ajang reuni bagi Jurnalis Rakyat Indramayu.
“Kegiatan ini menjadi wadah bagi jurnalis rakyat untuk berbagi ilmu dan pengalaman, serta meningkatkan kesadaran akan isu lingkungan lintas generasi. Dampak PLTU sangat dirasakan oleh masyarakat rentan seperti perempuan, anak-anak, disabilitas, dan lansia. Pelibatan perempuan dan generasi muda sangat diperlukan agar kita semua semakin sadar akan literasi lingkungan,” ujar Sarifah.
Acara ini menjadi momentum penting bagi masyarakat Indramayu untuk meningkatkan kepedulian terhadap dampak lingkungan, serta memperkuat partisipasi perempuan dan generasi muda dalam menjaga keberlanjutan kehidupan di tengah pembangunan yang berlangsung.