Cirebontrend.id – BANDUNG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung menggelar kampanye bertajuk “Sorotan PSN Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa Barat” di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Kota Bandung, pada Senin, 3 Februari 2025.
Kampanye yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 12.00 WIB tersebut melibatkan diskusi dan talkshow dengan empat narasumber yang terdiri dari Direktur LBH Bandung Heri Pramono, Direktur Walhi Jabar Wahyudin, akademisi Universitas Padjadjaran Erri Megantara, serta Analis Ketahanan Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Jawa Barat Arnold Mateus.
Kampanye ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai dampak lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan oleh pembangunan PLTU di Jawa Barat.
Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 70 peserta dari kalangan umum dan mahasiswa serta didukung oleh Yayasan Kurawal dan mitra Tempo Witness.
PLTU di Jawa Barat: Dampak Lingkungan dan Gugatan Hukum
Direktur LBH Bandung, Heri Pramono, menjelaskan bahwa PLTU di Jawa Barat tersebar di beberapa lokasi, termasuk PLTU Pelabuhan Ratu di Kabupaten Sukabumi, PLTU 1 Indramayu, serta PLTU 1 dan 2 Cirebon. Dua PLTU lainnya, yakni PLTU 2 Indramayu dan PLTU Tanjung Jati A, saat ini belum beroperasi.
LBH Bandung sebelumnya telah mengajukan gugatan hukum terhadap PLTU Tanjung Jati, meminta agar PLTU tersebut dikeluarkan dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
“Kedua PLTU itu sempat kami gugat rencana keberadaan dan izin dampak lingkungannya sampai sekarang masih belum bisa pembangunan PLTU-nya,” ujar Heri.
“Warga menurut LBH sama sekali tidak mendapatkan informasi maupun kesempatan partisipasi dalam terbitnya keputusan tentang kegiatan pembangunan PLTU 2 x 1000 MW,” tambahnya.
Pembangunan PLTU tersebut, menurut LBH, berpotensi merusak lingkungan serta mengancam kesehatan warga, khususnya di kawasan sekitar.
Warga dan Hak Asasi Manusia Terancam
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Walhi Jabar, Wahyudin mengungkapkan bahwa pembangunan PSN sering kali mengabaikan hak asasi manusia dan merugikan masyarakat sekitar.
“Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) ikut merampas hak asasi manusia. Karena kegiatan pembangunan ini selalu dipaksakan pemerintah dan mengesampigkan masalah lingkungan dan keselamatan manusia,” ujarnya.
Wahyudin juga menyoroti dampak kesehatan dari PLTU, khususnya di Indramayu.
“Walau Puskesmas tidak mau menyampaikan hal itu salah satunya dari abu PLTU, tren penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) meningkat secara drastis,” katanya.
Penyakit ini, lanjut Wahyudin, banyak menyerang anak-anak dan lansia.
“Selain itu, sosialisasi tidak partisipatif, implementasi tidak efektif. Contohnya, di wilayah Sukabumi penyemaian tanaman energi dilakukan di tahun 2022 tetapi ditinggalkan begitu saja,” ungkapnya.
Kritik Terhadap Proyek PSN dan Pembangunannya
Akademisi Universitas Padjadjaran, Erri Megantara, yang juga anggota tim kajian lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, menilai bahwa permasalahan utama bukan pada Proyek Strategis Nasional (PSN) itu sendiri, melainkan pada pengelolaan proyek yang sering kali tidak transparan dan abai terhadap dampak lingkungan serta sosial.
“Ini bukan saja proyek PLTU, dari awal sampai akhir seringkali abai. Jika dari awal proyek benar, tidak bakal ada warga yang protes ketika istilah ganti rugi diganti dengan ganti untung,” katanya.
“Masalahnya itu dilaksanakan atau tidak, itu di luar kewenangan saya. Saya berharap lembaga atau organisasi masyarakat yang diundang ketika pembahasan amdal bersikap kritis,” sambungnya.
Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Tantangan Keberlanjutannya
Sementara itu, Arnold Mateus, Analis Ketahanan Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menjelaskan bahwa dinas tidak memiliki kewenangan langsung dalam proyek skala besar yang direncanakan oleh pemerintah pusat.
Menurut Arnold, meskipun proyek-proyek tersebut penting untuk memenuhi proyeksi kebutuhan energi di wilayah Jawa, Madura, dan Bali.
“Teknologi untuk mengendalikan emisi dari cerobong PLTU sebenarnya bisa diterapkan lebih dulu daripada CCS,” katanya.
Arnold juga mengomentari wacana penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) pada PLTU, yang meskipun secara teori bisa diterapkan, masih terbatas dalam implementasinya.
“Dari sisi investasi, CCS relatif mahal dan pengembalian investasinya terkait dengan skema jual beli karbon,” ujarnya.
Kampanye ini menyoroti pentingnya transparansi, partisipasi publik, serta pengelolaan yang bertanggung jawab dalam setiap proyek pembangunan, terutama yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Sejumlah pihak mendesak agar pemerintah dan pelaksana proyek PSN lebih memperhatikan aspek-aspek sosial dan lingkungan untuk mencegah kerugian yang lebih besar di masa depan.