CIREBON – Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, kembali menolak permohonan praperadilan, yang dilayangkan pihak keluarga tersangka dugaan korupsi penjualan pompa air riol Lolok Tivianto. Putusan hakim ini, disampaikan dalam sidang yang berlangsung Selasa 27 September 2022.
Ini adalah kali kedua upaya praperadilan yang disampaikan pihak tersangka yang merupakan Kabid BMD di BPKPD Kota Cirebon. Seperti diketahui, Di permohonan praperadilan yang pertama, selaku pemohon adalah tersangka sendiri, dengan nomor perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Cbn.
Di permohonan praperadilan kali ini merupakan yang kedua kalinya dengan nomor perkara 3/Pid.Pra/2022/PN Cbn. Yang bertindak sebagai pemohon praperadilan adalah putri tersangka.
Sedangkan, yang menjadi termohon adalah Kejaksaan Negeri Cirebon, dengan objek praperadilannya Surat Pemberitahuan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor : B-977/M.2.11/F.2.2/04/2022, tertanggal 8 April 2022 Junto Surat Penetapan Tersangka terhadap Pemohon Nomor : TAP-917/M.2.11/F.2.2/04/2022, tertanggal 7 April beserta turunannya batal demi hukum.
Meski sudah dua kali upaya praperadilan klienya ini ditolak, namun Kuasa hukum pemohon Erdi Djati Soemantri tetap akan melakukan upaya hukum lain untuk mencari keadilan bagi kliennya.
“Kita hormati putusan hakim. Tapi, tunggu tujuh hari dari sekarang, kita akan lakukan upaya hukum lain bagi klien kami untuk mencari keadilan,” ujar Erdi, kepada wartawan.
Menurutnya, mestinya dalam tenggat waktu yang singkat pasca diputuskanya permohonan praperadilan ini, perkara pokok yang mendera Lolok harus sudah dimejahijaukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Cirebon.
Namun nyatanya, sejak putusan praperadilan yang pertama hingga sekarang, belum ada tanda-tanda dari pihak JPU untuk melimpahkan perkara ini ke pengadilan Tipikor Bandung.
Yang ada, kliennya terus-terusan dikenakan perpanjangan masa pemahaman. Terakhir, klienya diperpanjang kembali masa tahanannya hingga 25 Oktober mendatang.
“Ini kan jadi tanda tanya, sebetulnya APH ini serius tidak untuk memproses perkara klien kami. Atau jangan-jangan, tidak PD menaikan ke pengadilan Tipikor, karena setelah dihitung inspektorat tidak ada kerugian negaranya,” ujar Erdi.**